ADMINISTRASI
DAN MANAJEMEN
STANDAR
1. FALSAFAH DAN TUJUAN
.
Rumah
Sakit dikelola efektif dan efisien sesuai Visi, Misi dan Tujuan untuk menjamin
tersedianya pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan.
S.1.P.1.
|
Ada
konsistensi antara Visi dan Misi dengan program kegiatan yang
dilaksanakan.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Visi dan Misi belum ditetapkan.
|
1
|
=
|
Visi dan Misi ditetapkan pimpinan rumah sakit; Belum ditetapkan
kebijakan dan program kegiatan untuk mencapai Visi dan
Misi.
|
2
|
=
|
Visi
dan Misi ditetapkan pemilik rumah sakit; Belum ditetapkan kebijakan dan program
kegiatan untuk mencapai Visi dan Misi.
|
3
|
=
|
Visi
dan Misi ditetapkan pemilik rumah sakit; Kebijakan untuk mencapai Visi dan Misi
sudah ditetapkan akan tetapi belum diikuti dengan program kegiatan.
|
4
|
=
|
Visi
dan Misi ditetapkan pemilik rumah sakit; Kebijakan dan program kegiatan untuk
mencapai Visi dan Misi sudah ditetapkan.
|
5
|
=
|
Visi
dan Misi ditetapkan pemilik rumah sakit; Kebijakan dan program kegiatan untuk
mencapai Visi dan Misi sudah ditetapkan disertai dengan adanya evaluasi berkala
terhadap program kegiatan.
|
D.O. : Yang dimaksudkan dengan konsistensi ialah
hubungan langsung antara Visi dan Misi dengan kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan di rumah sakit yang dapat dibaca dalam tujuan dan sasaran-sasaran
berbagai program yang dirancang dan dilaksanakan.
Yang
dimaksudkan dengan kebijakan ialah ketetapan tertulis dalam bentuk peraturan
atau pedoman untuk melandasi dan mendukung bagaimana dan dengan cara apa Visi
dan Misi dapat dicapai. Contoh kebijakan ini antara lain, ketetapan dalam bidang
SDM, keuangan (tarif, dll), peningkatan mutu pelayanan, pengembangan pelayanan
unggulan, dlsb.
Yang
dimaksud dengan program kegiatan adalah Program Kerja dalam jangka waktu
tertentu memuat berbagai kegiatan dan sasaran yang mengacu pada Visi dan Misi
rumah sakit. Program Kerja ini harus ditetapkan pimpinan rumah sakit dilengkapi
dengan Kerangka Acuan Program (Terms of Referrence = TOR).
TOR
dibuat dengan format sebagai berikut :
1.
PENDAHULUAN
2.
LATAR
BELAKANG
3.
TUJUAN,
UMUM DAN KHUSUS
4.
KEGIATAN
POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
5.
CARA
MELAKSANAKAN KEGIATAN
6.
SASARAN
7.
SKEDUL
(JADWAL) PELAKSANAAN KEGIATAN
8.
EVALUASI
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORANNYA
9.
PENCATATAN,
PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
Program
Kerja dibeberapa rumah sakit dapat dibaca dalam bentuk Rencana Strategik,
Bussiness Plan, Rencana Tahunan dan lain sebagainya.
C.
P.
|
=
|
|
D
|
:
|
Dokumen
tentang Visi dan Misi, Kerangka Acuan Program, ketetapan tentang kebijakan,
evaluasi dan laporan pelaksanaan program.
|
O
|
:
|
|
W
|
:
|
Pimpinan
RS, unit kerja terkait dengan Program
Kerja.
|
S.1.P.2.
|
Masyarakat
mengetahui keberadaan rumah sakit dan pelayanan yang tersedia
.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada informasi tentang kegiatan rumah sakit.
|
1
|
=
|
Ada
informasi tentang kegiatan rumah sakit, tidak tertulis dan tidak
lengkap.
|
2
|
=
|
Ada
informasi tentang kegiatan rumah sakit, tertulis akan tetapi tidak
lengkap.
|
3
|
=
|
Ada
informasi tentang kegiatan rumah sakit, tertulis dan
lengkap.
|
4
|
=
|
Ada
informasi tentang kegiatan rumah sakit, tertulis, lengkap dan disajikan dalam
bentuk terstruktur.
|
5
|
=
|
Ada
informasi tentang kegiatan rumah sakit, tertulis, lengkap, disajikan dalam
bentuk terstruktur disertai evaluasi
pelaksanaannya.
|
D.O. = Yang dimaksud dengan “informasi lengkap“
adalah informasi tentang pelayanan yang tersedia, unit kerja yang memberikan
pelayanan, biaya pelayanan, jadwal/waktu memberikan pelayanan, nama-nama dokter
yang memberikan pelayanan, tata cara memperoleh pelayanan, tata tertib rumah
sakit, hak dan kewajiban pasien dan pengunjung.
Yang
dimaksud dengan “informasi terstruktur“ adalah informasi dikelola oleh satu unit
organisasi tertentu dan fungsi dengan tugas memberikan informasi, penjelasan dan
penyuluhan kepada pasien, pengunjung dan masyarakat.
C.
P.
|
=
|
|
D
|
:
|
Ketetapan
tentang pelayanan, tarif, tata tertib, tata cara memperoleh pelayanan, hak dan
kewajiban pasien/pengunjung, uraian tugas unit kerja informasi, brosur, leaflet,
pengumuman, billboard.
|
O
|
:
|
Admission, Instalasi Rawat Inap /
Jalan.
|
W
|
:
|
Petugas
admission office, Kepala rawat
inap.
|
STANDARD
2. ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN
.
Adanya
Peraturan Perundang-undangan sebagai
dasar hukum mencapai Visi, Misi dan Tujuan rumah sakit.
S.2.P.1. Pemilik
menetapkan struktur organisasi rumah sakit.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada struktur organisasi
|
1
|
=
|
Ada
struktur organisasi rumah sakit
ditetapkan tidak tertulis
|
2
|
=
|
Ada struktur organisasi rumah sakit ditetapkan Pengelola / Direktur
|
3
|
=
|
|
4
|
=
|
Ada struktur organisasi rumah sakit ditetapkan Pemilik, dilengkapi
dengan uraian tugas
|
5
|
=
|
Ada
struktur organisasi rumah sakit ditetapkan Pemilik, dilengkapi dengan uraian
tugas; Dilakukan evaluasi terhadap struktur organisasi
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan evaluasi adalah kegiatan untuk menilai ulang terhadap
efektivitas struktur organisasi yang ada dan kemudian diikuti dengan revisi
bilamana diperlukan.
Yang
dimaksud dengan “uraian tugas” adalah deskripsi tentang fungsi, tugas dan
wewenang setiap pejabat didalam struktur yang ditetapkan. Struktur organisasi
yang ditetapkan harus dapat menjelaskan adanya unsur pimpinan, unsur pembantu
pimpinan dan unsur pelaksana.
Unit
kerja yang harus dimuat dalam struktur organisasi adalah unit kerja dengan
fungsi mengelola SDM, Diklat, keuangan, pemeliharaan/perbaikan fasilitas
(Tehnik), asuhan keperawatan, rekam medis, farmasi, pelayanan medis/penunjang
medis, komite medis dan berbagai komite/sub-komite/panitia, kerumahtanggaan,
keamanan, instalasi/unit rawat inap/jalan/gawat darurat serta instalasi/unit
penunjang lain.
|
C.P. :
|
D
=
|
Ketetapan
tentang struktur organisasi, uraian tugas, dokumen
evaluasi.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Pengelola
/ Direktur RS, Ketua Komite / Sub-Komite /
Panitia
|
S.2.P.2. Pemilik
rumah sakit menetapkan Hospital Bylaws (HBL).
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada Hospital Bylaws Lengkap.
|
1
|
=
|
Ada
Hospital Bylaws tidak lengkap hanya diberlakukan di unit kerja
tertentu.
|
2
|
=
|
Ada
Hospital Bylaws tidak lengkap diberlakukan disemua unit
kerja.
|
3
|
=
|
Ada
Hospital Bylaws lengkap ditetapkan pengelola / direktur rumah sakit diberlakukan
hanya di unit kerja tertentu.
|
4
|
=
|
Ada
Hospital Bylaws lengkap ditetapkan pengelola / direktur rumah sakit diberlakukan
di semua unit kerja.
|
5
|
=
|
Ada
Hospital Bylaws lengkap ditetapkan pemilik rumah sakit diberlakukan disemua unit
kerja. Ada bukti Hospital Bylaws telah
disosialisasikan.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan Hospital Bylaws (HBL) lengkap, atau Peraturan Internal Rumah
Sakit atau Statuta Rumah Sakit, adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang
mengatur tentang organisasi, kedudukan, peran, tugas, kewajiban 3 (tiga) unsur
pokok dari entitas rumah sakit, yaitu pemilik, pengelola rumah sakit dan staf
medik fungsional (medical staff).
Hospital
Bylaws adalah produk hukum yang dibuat dan ditetapkan “taylor made” dalam arti
setiap rumah sakit menetapkan Hospital Bylaws secara spesifik mengacu pada Visi,
Misi, budaya dan lingkungan rumah sakit itu sendiri.
Pedoman
yang digunakan menetapkan HBL, adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit, Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit atau Pedoman yang
diterbitkan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI).
Yang
dimaksud dengan “sosialisasi” pada skor 5 ialah kegiatan untuk menjelaskan isi
Hospital Bylaws kepada semua pihak terkait agar dipahami isinya dan dilaksanakan
dengan benar, terutama sosialisasi kepada staf
medis.
|
C.P. :
|
D =
|
Dokumen
Hospital Bylaws, bukti adanya sosialisasi tentang Hospital
Bylaws.
|
|
O =
|
|
|
W =
|
Pengelola
/ Direktur RS, Ketua Komite
Medis.
|
S.2.P.3. Kerjasama antara Pengelola / Direktur rumah
sakit dengan pihak ketiga diadakan secara tertulis.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada kerjasama.
|
1
|
=
|
Kerjasama
tidak terstruktur diadakan tidak tertulis.
|
2
|
=
|
Kerjasama
tidak terstruktur diadakan tertulis.
|
3
|
=
|
Kerjasama
terstruktur diadakan tertulis.
|
4
|
=
|
Kerjasama
terstruktur diadakan tertulis disertai evaluasi terhadap kerjasama yang
ada.
|
5
|
=
|
Kerjasama
terstruktur diadakan tertulis disertai evaluasi terhadap kerjasama yang ada,
dibuat rekomendasi dan tindak
lanjutnya.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksudkan dengan “Kerjasama” adalah hubungan kerja yang saling menguntungkan
antara Pengelola / Direktur rumah sakit dengan pihak ketiga diluar rumah sakit,
misalnya dengan supplier obat, dengan institusi
pendidikan.
Yang
dimaksud dengan “Kerjasama terstruktur” adalah jika kerjasama diwujudkan dalam
bentuk kontrak atau piagam kerjasama berjangka, dan adanya unit kerja atau
petugas khusus yang diberi tugas melakukan monitoring, evaluasi dan membuat
laporan perihal pelaksanaan oleh pihak
ketiga.
|
C.P. :
|
|
Kontrak
/ perjanjian kerja berjangka, piagam kerjasama, penetapan tertulis petugas,
berikut uraian tugas, untuk memonitor dan membuat laporan hasil
evaluasinya.
|
|
|
-
|
|
|
Pengelola
/ Direktur rumah sakit, unit kerja keuangan, unit kerja rumah
tangga.
|
S.2.P.4. Direktur rumah sakit menetapkan
unit kerja dan penanggung jawab untuk mengelola program Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KPRS).
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada unit kerja dan penanggung jawab mengelola program
KPRS.
|
1
|
=
|
Tidak
ada unit kerja akan tetapi ada penanggung jawab mengelola program
KPRS.
|
2
|
=
|
Ada
unit kerja akan tetapi tidak ada penangung jawab mengelola program
KPRS.
|
3
|
=
|
Ada
unit kerja dan penanggung jawab mengelola program KPRS akan tetapi belum ada
program aksi KPRS.
|
4
|
=
|
Ada
unit kerja dan penanggung jawab mengelola program KPRS; Sudah ada program aksi
KPRS.
|
5
|
=
|
Ada
unit kerja dan penanggung jawab mengelola program KPRS; Sudah ada program aksi
KPRS disertai adanya evaluasi program dan tindak
lanjutnya.
|
D.O.
|
:
|
Penetapan
unit kerja dan penanggung jawab program KPRS harus dibuat dengan Keputusan
Direktur Rumah Sakit. Kedudukan unit kerja dalam struktur organisasi rumah sakit
diserahkan pada kebijaksanaan Direktur Rumah Sakit misalnya unit kerja dapat
berada dibawah Komite Medis, dibawah direktur langsung atau ditempat
lain.
Program
aksi KPRS harus dibuat dengan kerangka acuan jelas. Format kerangka acuan (TOR)
mengacu pada penjelasan D.O. S.1.P1, Standar 1, Falsafah dan Tujuan dari Standar
Pelayanan ADMINISTRASI DAN
MANAJEMEN.
|
C.P. :
|
|
Keputusan
tentang pembentukan unit kerja dan penanggung jawab program, kerangka acuan
program, dokumen evaluasi dan tindak lanjutnya.
|
|
|
-
|
|
|
-
|
STANDARD 3.
STAF DAN PIMPINAN
Adanya
pelimpahan kewenangan dari Pemilik kepada Pengelola rumah sakit untuk mengelola
sumber daya manusia (SDM)
S.3.P.1. Pemilik menetapkan tertulis Direktur rumah
sakit
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada Direktur rumah sakit.
|
1
|
=
|
Pemilik
rumah sakit merangkap sebagai Direktur; kualifikasi sebagai Direktur rumah sakit
belum dipenuhi.
|
2
|
=
|
Pemilik
rumah sakit merangkap sebagai Direktur; kualifikasi sebagai Direktur rumah sakit
sudah dipenuhi.
|
3
|
=
|
Pemilik
rumah sakit sudah menetapkan Direktur; kualifikasi sebagai Direktur rumah sakit
belum dipenuhi.
|
4
|
=
|
Pemilik
rumah sakit sudah menetapkan Direktur; kualifikasi sebagai Direktur rumah sakit
sudah dipenuhi.
|
5
|
=
|
Pemilik
rumah sakit sudah menetapkan Direktur; kualifikasi sebagai Direktur rumah sakit
sudah dipenuhi, disertai pemilikan ijazah dan gelar pasca sarjana (S2) dalam
bidang manajemen.
|
D
O
|
:
|
Sebutan
Direktur rumah sakit dapat juga diberikan dengan nama lain, misalnya Kepala,
Direktur Utama, Chief Executive Officer (CEO).
Kualifikasi
Direktur rumah sakit dimuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan, Nomor:
191/MENKES-KESOS/SK/II/2001 tertanggal
28 Pebruari 2001, pada Pasal II, Ayat (3) yang berbunyi “ Direktur Rumah
Sakit adalah tenaga dokter atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai kemampuan
dibidang perumahsakitan, memahami dan menghayati etika profesi kesehatan
khususnya profesi kedokteran “.
|
C
P
|
:
|
|
|
D
:
|
SK
Pengangkatan Direktur, Hospital Bylaws, Ijazah
S2.
|
|
O
:
|
-
|
|
W :
|
Unit
kerja kepegawaian, Kepala HRD.
|
S.3.P.2. Kebijakan tentang pengelolaan Sumber Daya
Manusia (SDM) ditetapkan Pengelola / Direktur rumah sakit.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada ketentuan tentang SDM.
|
1
|
=
|
Ada
ketentuan tidak tertulis tentang SDM.
|
2
|
=
|
Ada
ketentuan tertulis, tidak lengkap, tentang SDM; Pola ketenagaan tidak
dibuat.
|
3
|
=
|
Ada
ketentuan tertulis, lengkap, tentang SDM; Pola ketenagaan tidak dibuat.
|
4
|
=
|
Ada
ketentuan tertulis, lengkap, tentang SDM; Pola ketenagaan
dibuat
|
5
|
=
|
Ada
ketentuan tertulis, lengkap, tentang SDM; Pola ketenagaan dibuat dibuat; Telah
dilakukan evaluasi, analisis, rekomendasi dan tindak lanjut terhadap kinerja
SDM.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan ketentuan tertulis adalah kebijakan dalam bidang
SDM.
Yang
dimaksud dengan ketentuan tertulis “lengkap” adalah ketentuan yang mencakup
mulai dari tata cara rekrutmen, seleksi pegawai, pengangkatan menjadi pegawai,
penggajian, tata cara evaluasi dan pembinaan pegawai, cuti, serta hak dan
kewajiban lainnya.
Pola
ketenagaan harus dibuat berdasarkan atas beban kerja nyata sesuai dengan konsep
kegiatan pelayanan yang harus diberikan rumah sakit. Pola ketenagaan juga harus
dibuat mengikuti model atau model lainnya.
Yang
dimaksud dengan analisis disini adalah evaluasi terhadap kinerja pegawai
menggunakan kriteria dan tata cara yang harus diketahui oleh semua pegawai.
|
C.P. :
|
|
Ketentuan
tentang kebijakan SDM, dokumen pola ketenagaan, tata cara evaluasi kinerja,
hasil evaluasi kinerja.
|
|
O
=
|
-
|
|
W
=
|
Kepala
kepegawaian, Kepala SDM, pegawai rumah
sakit.
|
STANDARD
4. FASILITAS DAN PERALATAN
.
Pemilik
dan pengelola rumah sakit bertanggung jawab mengenai sarana, prasarana dan
peralatan sedemikian rupa agar dapat tercapai Misi, Tujuan dan Fungsi Rumah
Sakit .
S.4.P.1. Sarana, Prasarana dan Peralatan (SPP) rumah
sakit yang tersedia harus memenuhi persyaratan dan harus didukung dengan Program
Pemeliharaan (PP) yang handal.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Semua
SPP tidak memenuhi syarat dan tidak ada SPP.
|
1
|
=
|
SPP
sebagian besar tidak memenuhi syarat dan tidak ada
PP.
|
2
|
=
|
SPP
sebagian kecil tidak memenuhi syarat dan tidak ada
PP.
|
3
|
=
|
SPP
sebagian besar tidak memenuhi syarat dan ada PP.
|
4
|
=
|
SPP
sebagian besar memenuhi syarat dan ada PP.
|
5
|
=
|
Semua
SPP memenuhi syarat dan ada PP.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan “memenuhi syarat” adalah SPP sudah memenuhi ketentuan tentang
perizinan, sertifikasi, kaliberasi, pemeriksaan berkala oleh instansi yang
diberi wewenang untuk keperluan ini, misalnya oleh Departemen Tenaga Kerja, PLN,
BAPETEN, BAPEDAL, Departemen Kesehatan, Dinas Kebakaran, PEMDA, dan lain
sebagainya.
Yang
dimaksud dengan Sarana adalah bangunan gedung, Prasarana adalah pendukung
bangunan gedung (listrik, lift, air, penangkal petir, gas, dll), Peralatan
adalah peralatan medis / non medis yang tidak bergerak.
Yang
dimaksud dengan “sebagian kecil” adalah hanya 50% dari seluruh SPP dan “sebagian
besar” adalah 50% - 90% dari seluruh SPP.
Sertifikasi
kelaikan adalah pemberian sertifikat kelaikan peralatan yang ditetapkan dalam
peraturan perundangan, yaitu lift, instalasi alarm/pemadam kebakaran, bejana
tekan, bejana uap, instalasi radiologi, pengolah limbah, penangkal
petir.
Perizinan
SPP yang harus ada ialah perizinan untuk, (1) Izin mendirikan gedung, (2) Izin
penggunaan bangunan khusus di DKI Jaya, (3) Izin berdasarkan Undang-Undang
Gangguan, (4) Rekomendasi Dinas Pemadam Kebakaran, (5) Deepwell untuk DKI Jaya,
(6) Izin pemakaian lift, (7) Izin instalasi listrik, (8) Izin pemakaian mesin
diesel, (9) Izin instalasi petir, (10) Izin pemakaian boiler, (11) Izin penggunaan alat radiasi, (12)
Izin pengolahan limbah, (13) Izin membangun rumah sakit, (14) Izin operasional
untuk rumah sakit swasta dan BUMN.
Program
Pemeliharaan (PP) harus dibuat untuk setiap jenis SPP dilengkapi dengan jadwal
pemeliharaan, jenis pemeriksaan yang dilakukan, keterangan tentang kondisi SPP
(rusak, baik, dlsb). Prosedur Standar (SOP) untuk kegiatan pemeliharaan SPP
harus ditetapkan, termasuk SOP perbaikannya, jika terdapat kerusakan atau
masalah, baik didalam jam kerja maupun diluar jam
kerja.
|
C.P. :
|
D
=
|
Surat
izin, sertifikat, peraturan perundangan terkait, misalnya tentang penggunaan
radiasi dari BAPETEN dlsb., master/blok plan rumah
sakit.
|
|
O =
|
SPP
tertentu.
|
|
W =
|
Bagian
tehnik atau unit kerja yang berfungsi melakukan program
pemeliharaan.
|
S.4.P.2. Tersedia rambu, marka, petunjuk, jelas dan
mudah terbaca di berbagai tempat di lingkungan dalam dan luar rumah sakit
.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada rambu, marka atau petunjuk.
|
1
|
=
|
Tersedia
rambu, marka, petunjuk, dibeberapa tempat dan tidak jelas terbaca.
|
2
|
=
|
Tersedia
rambu, marka, petunjuk, dibeberapa tempat dan jelas terbaca.
|
3
|
=
|
Tersedia
rambu, marka, petunjuk disemua tempat, tidak jelas terbaca.
|
4
|
=
|
Tersedia
rambu, marka, petunjuk disemua tempat, jelas terbaca.
|
5
|
=
|
Tersedia
rambu, marka, petunjuk disemua tempat, jelas terbaca. Ada billboard memuat
denah/peta rumah sakit.
|
|
|
|
D.O.
|
:
|
Yang
diartikan dengan “disemua tempat” apabila rambu, marka dan petunjuk dibuat
paling kurang di jalan menuju UGD, tempat rawat jalan, rawat inap, apotik, kamar
jenazah, laboratorium, radiologi, jalan masuk untuk pasien, tempat pendaftaran,
counter penerangan, tempat pembayaran, tempat parkir kendaraan, daerah terlarang
untuk pasien/pengunjung.
Yang
dimaksud dengan “jelas terbaca” jika rambu, marka petunjuk menggunakan huruf
cukup besar, warna terang dan ditempatkan sedemikian rupa hingga cepat dapat
terbaca paling kurang dalam jarak 10 meter.
Papan
peta atau billboard harus memuat denah rumah sakit dengan penjelasan
tempat-tempat pelayanan yang penting diketahui oleh masyarakat, misalnya lokasi
UGD, lokasi rawat jalan. Papan peta harus ditempatkan di halaman depan rumah
sakit sedemikian rupa agar masyarakat cepat dapat mengetahui begitu mereka masuk
ke halaman rumah sakit.
|
C.P. :
|
|
Denah
rumah sakit.
|
|
O =
|
Halaman
depan rumah sakit, tempat pendaftaran pasien.
|
|
W
=
|
-
|
STANDARD
5. KEBIJAKAN DAN
PROSEDUR
Adanya
kebijakan dan prosedur tertulis membina dan meningkatkan kemampuan manajemen
rumah sakit termasuk melindungi kebutuhan pasien.
S.5.P.1.
Masalah Mediko – Legal (ML) dan Etik di
rumah sakit dikelola sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada unit kerja dan ketentuan untuk mengelola masalah ML dan Etik.
|
1
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola masalah ML dan Etik; Tidak ada ketentuan mengelola
masalah MLdan Etik; Tidak ada sosialisasi tentang masalah ML dan
Etik.
|
2
|
=
|
Tidak
ada unit kerja untuk mengelola masalah ML dan Etik; Ada ketentuan mengelola
masalah ML dan Etik; Tidak ada sosialisasi tentang masalah ML dan
Etik.
|
3
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola masalah ML dan Etik; Ada ketentuan mengelola masalah
ML dan Etik; Tidak ada sosialisasi tentang masalah ML dan
Etik.
|
4
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola masalah ML dan Etik; Ada ketentuan mengelola masalah
ML dan Etik; Sosialisasi tentang masalah ML dan Etik dilakukan tidak
teratur.
|
5
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola masalah ML dan Etik; Ada ketentuan mengelola masalah
ML dan Etik; Sosialisasi tentang masalah ML dan Etik dilakukan
teratur.
|
D.O.
|
:
|
Yang
diartikan dengan masalah ML adalah kejadian/kasus medis, masalah etik / disiplin
yang berpotensi menjadi masalah hukum perdata atau pidana dan berimplikasi pada
rumah sakit sebagai entitas organisasi maupun pegawai rumah sakit, termasuk
pimpinan rumah sakit. Untuk mencegah hal ini terjadi, setiap pegawai rumah sakit
perlu diberikan pemahaman tentang semua aspek ML dengan tujuan agar kejadian
atau kasus yang berpotensi menjadi kasus hukum tidak terjadi. Pemahaman ini
diberikan dalam bentuk sosialisasi aspek ML dari pelayanan yang diberikan di
rumah sakit, tata cara menyelesaikan masalah ML jika sudah terlanjur terjadi dan
upaya-upaya untuk mencegahnya. Sosialisasi diberikan dalam bentuk lokakarya,
pertemuan berkala, simposium, penerbitan edaran.
Yang
dimaksud dengan “unit kerja” dapat berbentuk panitia, komite etik yang diberi
fungsi dan tugas membahas dan membuat rekomendasi tentang menangani masalah ML
dan Etik yang timbul. Unit kerja harus dilengkapi dengan uraian tugas
anggota-anggotanya, tata cara menyelesaikan masalah ML dan
Etik.
Yang
diartikan dengan “ketentuan” adalah kebijakan, tata cara, SOP tertulis merujuk
pada peraturan perundangan yang berlaku atau pedoman etika kedokteran, etika
rumah sakit serta peraturan kepegawaian yang berlaku di rumah
sakit.
Yang
dimaksud dengan Etik adalah etik profesi kedokteran dan
keperawatan.
|
C.P. :
|
D
=
|
SK
pembentukan unit kerja, bukti sosialisasi, risalah penanganan kasus yang terjadi
berikut rekomendasinya, notulen rapat, laporan, tata cara / SOP.
|
|
O =
|
|
|
W =
|
Direktur
RS, Ketua Panitia / Komite Etik.
|
S.5.P.2. Komunikasi selalu diselenggarakan dilingkungan
rumah sakit.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada komunikasi .
|
1
|
=
|
Ada
komunikasi diselenggarakan tidak teratur
.
|
2
|
=
|
Ada
komunikasi diselenggarakan secara terbatas dan tidak
teratur
|
3
|
=
|
Ada
komunikasi diselenggarakan secara luas akan tetapi tidak
teratur
|
4
|
=
|
Ada
komunikasi diselenggarakan secara luas teratur
|
5
|
=
|
Ada
komunikasi diselenggarakan secara luas dan teratur disertai adanya laporan,
rekomendasi dan tindak
lanjutnya.
|
D.O.
|
:
|
Yang
diartikan komunikasi ialah pertemuan formal (rapat) yang harus diselenggrakan
secara terprogram dilengkapi dengan undangan rapat, notulen rapat dan laporan
rapat.
Yang
diartikan dengan “secara luas” adalah jika setiap eselon pimpinan dirumah sakit
menetapkan jadwal rapat berkala sendiri-sendiri kemudian jadwal ini ditetapkan
dengan keputusan dari direktur rumah sakit. Rapat formal ini juga harus
dijadwalkan antara direktur rumah sakit dengan komite medis atau dengan
komite-komite lain.
|
C.P. :
|
D
=
|
SK
jadwal rapat, undangan rapat, notulen rapat laporan dan
rekomendasi.
|
|
O =
|
|
|
W =
|
|
S.5.P.3.
Manajemen keuangan diselenggarakan untuk
menjamin pelayanan di rumah sakit dikelola secara efisien.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada pedoman menyusun anggaran; analisis keuangan, audit keuangan dan perhitungan
biaya satuan pelayanan.
|
1
|
=
|
Ada
pedoman menyusun anggaran; Tidak ada analisis keuangan, audit keuangan dan
perhitungan biaya satuan pelayanan.
|
2
|
=
|
Ada
pedoman menyusun anggaran dan audit keuangan; Tidak ada analisis keuangan dan
perhitungan biaya satuan.
|
3
|
=
|
Ada
pedoman menyusun anggaran dan analisis keuangan; Tidak ada audit keuangan dan
perhitungan biaya satuan.
|
4
|
=
|
Ada
pedoman menyusun anggaran; analisis keuangan dan audit keuangan; Tidak ada
perhitungan biaya satuan.
|
5
|
=
|
Ada
pedoman menyusun anggaran; analisis keuangan; audit keuangan dan perhitungan
biaya satuan pelayanan.
|
|
|
|
D.O.
|
:
|
Pedoman
menyusun anggaran adalah petunjuk, kriteria dan langkah-langkah untuk menyusun
anggaran operasional/rutin dan anggaran investasi.
Yang
diartikan dengan “analisis keuangan” adalah evaluasi terhadap pelaksanaan
anggaran operasional/investasi dalam kurun waktu tertentu. Anggaran operasional
meliputi anggaran belanja dan pendapatan rumah sakit (revenue). Sebagian rumah
sakit menggunakan berbagai rasio keuangan untuk melakukan analisis keuangan ini,
misalnya current ratio, rate of return on investment (roi) atau rasio
lainnya.
Audit
yang harus dilakukan adalah audit keuangan dan atau audit manajemen yang
dilakukan oleh auditor internal atau auditor publik dari luar rumah
sakit.
Perhitungan
biaya satuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan tehnik Cost
Finding, atau metode lainnya.
|
C.P. :
|
D
=
|
Dokumen
anggaran, hasil audit keuangan, hasil analisis keuangan dan hasil perhitungan
biaya satuan.
|
|
O =
|
|
|
W =
|
Direktur
RS, Kepala Keuangan, Kepala SPI (Satuan Pengawas
Intern).
|
S.5.P.4.
Ditetapkan bahwa Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) wajib memberi pendidikan kepada pasien tentang kewajibannya
terhadap rumah sakit.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada kebijakan.
|
1
|
=
|
Ada kebijakan tidak tertulis dan sudah
dilaksanakan.
|
2
|
=
|
Ada kebijakan tertulis akan tetapi belum
dilaksanakan.
|
3
|
=
|
Ada kebijakan tertulis lengkap akan tetapi belum
dilaksanakan.
|
4
|
=
|
Ada kebijakan tertulis lengkap dan sudah
dilaksanakan.
|
5
|
=
|
Ada
kebijakan tertulis lengkap, sudah dilaksanakan disertai adanya evaluasi terhadap
pelaksanaan kebijakan dan tindak lanjutnya.
|
|
|
|
D.O.
|
:
|
a.
Yang
dimaksud dengan kebijakan tertulis adalah jika ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Rumah Sakit.
b.
Yang
dimaksud dengan kebijakan lengkap adalah jika kebijakan memuat
:
1.
keharusan
DPJP bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan kepada pasien tentang
kewajibannya.
2.
rumah
sakit menyediakan pendidikan kepada pasien tentang
kewajibannya.
3.
hal-hal
yang menjadi kewajiban pasien adalah :
3.1. memberi informasi yang benar, jelas dan jujur.
3.2. mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan
keluarga.
3.3. mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
3.4. memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
3.5. mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah
sakit.
3.6. memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang
rasa.
3.7. memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
4. pendidikan kepada pasien/keluarganya diberikan dalam bentuk penjelasan
secara lisan dan kemudian SPJP mencatat dalam berkas rekam medis bahwa SPJP
sudah memberi penjelasan.
5. catatan dalam berkas rekam medis merupakan bukti tentang kewajiban SPJP
memberi pendidikan.
6. yang dimaksud dengan evaluasi adalah pemeriksaan berkas rekam medis
secara acak tentang pelaksanaan pendidikan kepada pasien.
|
C.P.
:
|
D =
|
SK Direktur, SOP, berkas rekam medis, hasil pemeriksaan rekam medis
secara acak.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Pengawas ruangan rawat
inap.
|
S.5.P.5. Ditetapkan koordinasi pelayanan
dan transfer informasi antar profesi kesehatan untuk mendukung program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS).
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada koordinasi pelayanan dan transfer informasi.
|
1
|
=
|
Tidak ada koordinasi, ada transfer informasi terbatas di unit kerja
tertentu.
|
2
|
=
|
Ada koordinasi akan tetapi tidak ada transfer
informasi.
|
3
|
=
|
Ada koordinasi dan transfer informasi di unit kerja
tertentu.
|
4
|
=
|
Ada koordinasi dan transfer informasi di semua unit
kerja.
|
5
|
=
|
Ada
koordinasi dan transfer informasi di semua unit kerja disertai adanya evaluasi
terhadap pelaksanaan koordinasi dan transfer
informasi.
|
|
|
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan KPRS adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Hal ini termasuk assessment risiko, identitas dan pengelolaan
hal-hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Yang
dimaksud dengan “transfer informasi” adalah komunikasi tertulis memuat proses
pelayanan pasien yang dilakukan antar penanggung jawab pelayanan dan antar
profesi kesehatan.
Yang
dimaksud dengan “koordinasi” adalah pengaturan tentang bagaimana hubungan
fungsional antar penanggung jawab pelayanan diatur dalam kaitannya dengan
pelaksanaan program keselamatan pasien. Termasuk dalam pengaturan “koordinasi”
ini adalah fungsi dan tanggung jawab profesi kesehatan agar tejadi kesinambungan pelayanan untuk
mendukung program keselamatan pasien. Pengaturan “koordinasi” ini harus
ditetapkan dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK), SPO (SOP) dan ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit.
Yang
dimaksud dengan “evaluasi” adalah identifikasi masalah atau kelemahan
pelaksanaan koordinasi di lingkungan unit kerja atau dilingkungan rumah
sakit.
|
C.P. :
|
D
=
|
SK
Direktur tentang koordinasi, bentuk transfer informasi, Juklak,
SOP.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
-
|
STANDARD
6. PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN
Pimpinan
bertanggung jawab mengenai pendidikan berkelanjutan, orientasi dan program
pelatihan staf untuk menjaga kemampuan dan meningkatkan
pelayanan.
S.6.P.1.
Program pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai dikelola dengan
efisien.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada unit kerja yang mengelola Diklat; Tidak ada program
Diklat..
|
1
|
=
|
Tidak
ada unit kerja untuk mengelola Diklat;
Ada program Diklat tidak lengkap dan tidak
terstruktur.
|
2
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola Diklat; Ada
program Diklat terstuktur tetapi tidak lengkap.
|
3
|
=
|
Ada unit kerja yang mengelola Diklat;
Ada program Diklat terstruktur dan lengkap, sasaran program tercapai 25
%.
|
4
|
=
|
Ada unit kerja yang mengelola Diklat;
Ada program Diklat terstruktur dan lengkap, sasaran program tercapai 50
%.
|
5
|
=
|
Ada unit kerja yang mengelola Diklat;
Ada program Diklat terstruktur dan lengkap, sasaran program tercapai 70
%.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan “unit kerja” ialah satuan organisasi yang diberi fungsi dan
tugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi berbagai program pendidikan
dan pelatihan yang diselenggarakan di rumah sakit (inhouse) maupun diluar rumah
sakit.
Program
Diklat lengkap ialah program yang mencakup pendidikan berkelanjutan dan
pelatihan orientasi bagi pegawai baru.
Program
Diklat terstruktur ialah jika program direncanakan oleh berbagai unit kerja
didalam rumah sakit dan kemudian diajukan ke unit kerja Diklat rumah sakit untuk
dikoordinasikan dengan berbagai unit kerja terkait dan untuk diajukan kebutuhan
biayanya.
Pelatihan
orientasi bagi pegawai baru meliputi orientasi tentang keadaan umum rumah sakit
(organisasi, keadaan lingkungan, tata tertib rumah sakit, pengenalan terhadap
pejabat, hak dan kewajiban pegawai, dlsb). Orientasi umum ini diselenggarakan
oleh unit kerja Diklat. Setelah orientasi umum selesai pegawai baru ditempatkan
di unit kerja untuk mengikuti orientasi khusus bersifat on the job training.
Orientasi khusus harus dirancang oleh masing-masing unit
kerja.
Kedua
program Diklat (Umum dan Khusus) harus dilengkapi dengan kerangka acuan dengan
format seperti dijelaskan di D.O, S.1.P.1.
Yang
dimaksud dengan “Sasaran Program Tercapai …. % “ adalah pencapaian sasaran dari
jumlah semua pegawai yang ada di rumah
sakit.
|
C.P. :
|
D
=
|
Struktur
organisasi rumah sakit, program Diklat, kerangka acuan program Diklat, anggaran
untuk program Diklat, dokumen evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut
program.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Kepala
unit kerja Diklat, pegawai baru.
|
S.6.P.2.
Unit kerja pendidikan dan pelatihan
(Diklat) menyelenggarakan pelatihan berkala dengan topik khusus “Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KPRS)”.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada unit kerja Diklat dan tidak ada program pelatihan
KPRS.
|
1
|
=
|
Tidak
ada unit kerja Diklat; Ada program pelatihan tidak lengkap dan dilaksanakan
tidak teratur.
|
2
|
=
|
Ada
unit kerja Diklat; Ada program pelatihan tidak lengkap dan dilaksanakan tidak
teratur.
|
3
|
=
|
Ada
unit kerja Diklat; Ada program pelatihan lengkap dan tetapi dilaksanakan tidak
teratur.
|
4
|
=
|
Ada
unit kerja Diklat; Ada program pelatihan lengkap dan dilaksanakan
teratur.
|
5
|
=
|
Ada unit kerja Diklat; Ada program pelatihan lengkap dan dilaksanakan
teratur disertai adanya evaluasi terhadap isi program
pelatihan.
|
|
|
|
D.O.
|
:
|
Yang dimaksud dengan program lengkap adalah :
1. ada kerangka acuan program.
2. pelatihan mencakup pegawai baru (masa orientasi) dan pegawai
lama.
3. dalam pelatihan diadakan simulasi kepemimpinan dan kerjasama tim (team
work building) melaksanakan program keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan ”teratur” adalah jika pelatihan diadakan dengan
jadwal tertentu sepanjang tahun (setiap tribulan, semester, setiap
tahun).
Yang dimaksud dengan ”unit kerja Diklat” adalah satuan kerja dalam
struktur organisasi rumah sakit dengan tugas dan fungsi mengelola pendidikan dan
pelatihan bagi pegawai di rumah sakit atau pelatihan diluar rumah
sakit.
|
C.P. :
|
D
=
|
Struktur organisasi RS, kerangka acuan pelatihan, jadwal, peserta
pelatihan, laporan pelaksanaan pelatihan.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Pengelola
program KPRS, Kepala unit kerja
Diklat.
|
STANDARD
7. EVALUASI DAN PENGENDALIAN
MUTU
Pimpinan
menyusun dan menetapkan program pengendalian mutu yang
efektif.
S.7.P.1.
Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab
untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada unit kerja untuk mengelola peningkatan mutu; Tidak ada program peningkatan
mutu.
|
1
|
=
|
Tidak
ada unit kerja untuk mengelola peningkatan mutu; Ada program peningkatan mutu
tidak terpadu.
|
2
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola peningkatan mutu; Ada program peningkatan mutu tidak
terpadu.
|
3
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola peningkatan mutu; Ada program peningkatan mutu secara
terpadu.
|
4
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola peningkatan mutu; Ada program peningkatan mutu secara
terpadu disertai evaluasi pelaksanaan program.
|
5
|
=
|
Ada
unit kerja untuk mengelola peningkatan mutu; Ada program peningkatan mutu secara
terpadu disertai evaluasi pelaksanaan program dan tindak lanjut hasil
evaluasi.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud “unit kerja” disini dapat berbentuk Komite Mutu, Sub Komite Mutu,
Panitia Mutu yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan rumah
sakit dengan fungsi dan tugas menyusun program peningkatan mutu dan
mengkoordinasikan pelaksanaan program di berbagai unit kerja dilingkungan rumah
sakit, melakukan evaluasi pelaksanaan program dan membuat laporan serta
rekomendasi sebagai tindak lanjutnya.
Paling
sedikit ada 2 (dua) buah program peningkatan mutu pelayanan harus dilaksanakan
indikator klinik, yaitu :
1).
Evaluasi Kepuasan Pasien dalam kurun waktu 2 (dua) tahun
berturut-turut.
2).
Pengumpulan dan analisis terhadap Indikator Klinik, 1. Angka Pasien dengan
Decubitus, 2. Angka Kejadian Infeksi Karena Jarum Infus, 3. Angka Keterlambatan
Pelayanan Pertama Gawat Darurat, 4. Angka Infeksi Luka Operasi, 5. Angka
Kejadian Penyulit/Infkesi karena Transfusi Darah, dan 6. Angka Kematian Ibu
karena Sepsis. Rujukan yang digunakan dalam mengumpulkan, mengolah dan
menganalisis Indikator Klinik adalah Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu
Pelayanan Rumah Sakit (World Health Organization – Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik, Departemen Kesehatan RI, 2001). Analisis indikator klinik harus dilakukan
3 (tiga) bulan sekali secara terus menerus dengan kesimpulan kecenderungan dari
angka-angka dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
Baik
Program Evaluasi Kepuasan Pasien maupun Program Indikator Klinik harus dibuat
dengan Kerangka Acuan (Terms of Referrence = TOR). Komite Mutu / Sub Komite Mutu
/ Panitia Mutu menetapkan unit kerja dilingkungan rumah sakit sebagai pelaksana
program evaluasi kepuasan pasien, program indikator klinik dan program
peningkatan mutu lainnya.
Dibeberapa
rumah sakit dibentuk Quality Manager sebagai padanan dari Komite / Sub Komite / Panitia
Mutu.
|
C.P. :
|
D
=
|
SK
pembentukan Komite/Sub Komite/Panitia Mutu, TOR program, hasil analisis program,
laporan pelaksanaan, rekomendasi.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Ketua
Komite/Sub Komite/Panitia Mutu.
|
S.7.P.2.
Dilakukan evaluasi terhadap penggunaan sumber daya rumah
sakit.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada evaluasi penggunaan sumber daya.
|
1
|
=
|
Ada
evaluasi, tidak teratur; Dilakukan tidak
terstruktur.
|
2
|
=
|
Ada
evaluasi , tidak teratur; Dilakukan terstruktur.
|
3
|
=
|
Ada
evaluasi teratur; Dilakukan tidak terstruktur.
|
4
|
=
|
Ada
evaluasi teratur; Dilakukan terstruktur.
|
5
|
=
|
Ada
evaluasi teratur; Dilakukan terstruktur disertai analisis, rekomendasi dan
tindak lanjutnya.
|
D.O.
|
:
|
Tujuan
evaluasi penggunaan sumber daya ini adalah untuk menilai berapa jauh manajemen
rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan efisien.
Yang
dimaksud “evaluasi terstruktur dan teratur” ialah evaluasi dilakukan secara
berkala, terus menerus dalam interval waktu tertentu dan dilakukan oleh satuan
organisasi di rumah sakit, misalnya oleh Satuan Pengawas Intern, unit kerja
keuangan, unit kerja yang mengelola SDM, auditor keuangan dari luar rumah sakit
atau unit lain yang ditunjuk secara khusus untuk melakukan evaluasi
ini.
Sumber
daya yang dimaksud disini adalah keuangan, SDM dan aset rumah sakit. Yang harus
disajikan adalah dokumen:
1).
Grafik Barber Johnson berikut dengan analisis dan
rekomendasi;
2).
Rasio keuangan yang lazim digunakan, misalnya ROI, Current ratio,
dll;
3). Perhitungan beban kerja untuk menetapkan pola
ketenagaan di beberapa unit kerja
tertentu.
|
C.P. :
|
D
=
|
SK
penetapan pejabat/unit, Program, Juklak, laporan program, dokumen evaluasi dan
rekomendasi, bukti – bukti tindak lanjut.
|
|
O =
|
Unit rawat inap / jalan, instalasi.
|
|
W =
|
Pejabat pengelola program, Kepala
instalasi.
|
S.7.P.3. Ditetapkan sistem pencatatan, pengumpulan,
pelaporan data kejadian tidak diharapkan (KTD).
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak
ada sistem.
|
1
|
=
|
Ada sistem akan tetapi belum
dilaksanakan.
|
2
|
=
|
Ada sistem yang berlaku di unit kerja tertentu akan tetapi belum
dilaksanakan.
|
3
|
=
|
Ada
sistem yang berlaku di seluruh unit kerja akan tetapi belum
dilaksanakan.
|
4
|
=
|
Ada
sistem yang berlaku di seluruh unit kerja dan sudah
dilaksanakan.
|
5
|
=
|
Ada
sistem yang berlaku di seluruh unit kerja dan sudah dilaksanakan disertai adanya
evaluasi dan analisis dari data KTD.
|
D.O.
|
:
|
Yang
diartikan dengan kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang
tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena
penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah.
Yang dimaksud dengan sistem disini adalah pengorganisasian, mekanisme
kerja, prosedur dalam kaitannya dengan program keselamatan pasien, termasuk
orang-orang yang ditunjuk untuk keperluan dan bertanggung jawab melaksanakan
sesuai alur pelaporan yang ditetapkan.
Unit kerja yang dimaksud disini dapat berarti pula unit kerja dibawah
pengelola program keselamatan pasien atau mungkin juga perlu dibuat diluar
pengelola program keselamatan pasien. Pemilihan ini diserahkan kepada pimpinan
rumah sakit sesuai dengan lingkungan kerja yang ada.
Dalam sistem ini harus diatur bagaimana melaksanakan pelaporan yang
diminta oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (PERSI) dengan judul LAPORAN
INSIDEN (Incident Report).
|
|
|
|
C.P. :
|
D
=
|
Ketetapan Direktur Rumah Sakit tentang sistem pencatatan dan pelaporan
KTD.
Dokumen
laporan KTD.
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Pengelola
program keselamatan pasien rumah
sakit.
|
S.7.P.4. Tersedia informasi tentang hasil analisis
masalah kejadian “Kejadian Nyaris Cedera” atau (Near Miss) dan “Kejadian
Sentinel” atau (Sentinel Event).
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak tersedia informasi dan hasil analisis tentang “Kejadian Nyaris
Cedera” dan “Kejadian Sentinel”.
|
1
|
=
|
Tidak tersedia informasi dan hasil analisis tentang “Kejadian Nyaris
Cedera”; Terdapat informasi tentang “Kejadian Sentinel” tanpa disertai
analisis.
|
2
|
=
|
Tidak tersedia informasi dan analisis tentang “Kejadian Nyaris
Cedera”; Terdapat informasi dan analisis tentang “Kejadian
Sentinel”.
|
3
|
=
|
Tersedia
informasi dan analisis tentang “Kejadian Nyaris Cedera”; Terdapat informasi
tentang “Kejadian Sentinel” tanpa disertai
analisisnya.
|
4
|
=
|
Tersedia
informasi dan analisisnya tentang “Kejadian Nyaris Cedera” dan “Kejadian
Sentinel”.
|
5
|
=
|
Tersedia informasi dan analisisnya tentang “Kejadian Nyaris Cedera” dan
“Kejadian Sentinel”; Hasil analisis telah diinformasikan ke semua unit kerja
terkait dengan program keselamatan pasien rumah
sakit.
|
D.O.
|
:
|
Yang
dimaksud dengan ”Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) adalah suatu kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (ommission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera
serius tidak terjadi, karena faktor “keberuntungan” (misalnya pasien terima obat
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat, karena ada upaya “pencegahan”
(suatu obat dengan overdosis letal akan diberikan, beruntung staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau “peringanan” (suatu
obat dengan overdosis letal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidote-nya).
Yang
dimaksud dengan “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) adalah suatu KTD yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian
yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti operasi pada
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “Sentinel” terkait dengan keseriusan
cedera yang terjadi (misalnya amputasi pada kaki yang salah) dlsb., sehinga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius
pada tatanan kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Tujuan
penyebarluasan informasi adalah untuk pembelajaran dan diharapkan berguna untuk
melakukan perubahan atau koreksi terhadap sistem, kebijakan atau SOP dari
pelayanan.
Kewajiban
untuk melakukan analisis dan penyebarluasan informasi tentang “Kejadian Nyaris
Cedera” dan “Kejadian Sentinel” ada pada unit kerja yang dibentuk di rumah sakit
untuk mengelola program keselamatan pasien seperti pada Parameter S.2.P.4,
Standar Pelayanan ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN.
|
|
|
|
C.P. :
|
D
=
|
Hasil
analisis dan penyebarannya
|
|
O =
|
-
|
|
W =
|
Pengelola
program KPRS.
|
***
Rev. Maret 2007 ***
|